2012/06/29

EVANGELIUM Minggu, 01 Juli 2012 (4 Setelah Trinitas)

RATAPAN 3:22-33
(3:22) Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, (3:23) Selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! (3:24) “TUHAN adalah bagianku,” kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya. (3:25) TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia, (3:26) Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN. (3:37) Adalah baik bagi seorang pria memikul kuk pada masa mudanya (3:38) biarlah ia duduk sendirian dan berdiam diri kalau TUHAN membebankannya. (3:29) biarlah ia merebahkan diri dengan mukanya dalam debu, mungkin ada harapan. (3:30) Biarlah ia memberikan pipi kepada yang menamparnya, biarlah ia kenyang dengan cercaan. (3:31) karena tidak untuk selama-lamanya Tuhan mengucilkan. (3:32) Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setia-Nya. (3:33) Karena tidak dengan rela hati ia menindas dan merisaukan anak-anak manusia.

Thema :
Kasih Tuhan yang Abadi


PENDAHULUAN
Kitab Ratapan berasal dari nabi Yeremia, yang mengisahkan ratapan Yeremia dengan karakter yang sangat kuat, dimana sang nabi prihatin terhadap keadaan dan kondisi umat Israel. Runtuhnya kota kudus Yerusalem serta merta hancurnya bait suci Allah menjadi pergumulan yang khusus bagi sang nabi. Karena sang nabi sebelumnya telah menubuatkannya oleh karena kehidupan sinkretisme Israel, tetapi Israel tidak mau melakukan pertobatan.


Kitab Ratapan merupakan kitab yang secara khusus menyampaikan kesedihan sang nabi sebagai luapan hati penderitaan karena kehancuran kota kebanggaan dan idaman Yerusalem. Yeremia meratapi jatuhnya kota Yerusalem, Kehancuran/kejatuhan kerajaan di Israel, runtuhnya bait Allah dan terjadinya masa pembuangan Babel. Tetapi di dalam ratapan itu juga sekaligus tampak bahwa masih ada segi kepercayaan atau masih ada iman yang tersisa kepada Allah. Iman yang tersisa itulah yang menumbuhkan pengharapan bahwa sesungguhnya masih ada lagi masa depan yang lebih gemilang dan cerah-cemerlang bagi bangsa Israel.

PENJELASAN NAS
1. KASIH SETIA TUHAN TIDAK BERKESUDAHAN
Dalam pemahaman teologi Yeremia, TUHAN itu baik. Kebaikan-Nya nyata dalam kasih-Nya terhadap manusia. Tuhan begitu setia memelihara, menyertai, melindungi dan menjagai umat-Nya, walaupun bangsa Israel selalu memperlihatkan tindakan penyimpangan dan perlakuan tidak setia dalam beribadah kepada Tuhan. Tuhan itu baik, sekalipun Ia marah, tetapi tidak selamanya Tuhan itu “mengucilkan”, karena Ia adalah Tuhan yang memiliki kasih sayang yang sangat besar. Seandainya pun Tuhan itu pada suatu waktu tertentu mendatangkan susah pada manusia, sesungguhnya Tuhan tidak rela hati untuk melakukannya, itu hanyalah suatu keharusan yang memang semestinya dilakukan, dengan maksud agar manusia “menyadari” segala kesalahan dan kejahatannya.

Tuhan itu baik, nyata di dalam kasih setia-Nya yang tidak berkesudahan dan tidak habis-habisnya rahmatNya. Kasih setia dan rahmat Tuhan itu selalu baru tiap pagi. Inilah pemahaman teologis Yeremia terhadap situasi yang dihadapi bangsa Israel, sekaligus menjadi jawaban atas sikap Israel yang selalu menyalahkan Tuhan atas pembuangan yang mereka alami. Jika Israel sedang mengalami penderitaan, itu bukan karena kesengajaan hukuman yang diberikan Tuhan, tetapi lebih merupakan akibat kejahatan Israel yang tidak setia kepada TUHAN. Yeremia menegaskan bahwa Tuhan itu baik, karena ternyata Tuhan masih tetap menaruh kasih setia-Nya dan rahmat-Nya kepada umat-Nya Israel.

2. SIKAP UMAT TERHADAP TUHANNYA :
Yeremia dalam nas ini lebih memilih jalan yang positif, dari pada sikap yang selalu menyesali Tuhan atau menyalahkan diri sendiri. Berangkat dari pemahaman teologis Yeremia di atas yang menekankan dan menegaskan bahwa Tuhan itu baik, tak berkesudahan kasih-setiaNya, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi, maka di dalam nas ini juga Yeremia menekankan beberapa hal untuk membangun sikap yang positif bagi bangsa Israel yang sedang menjalani pembuangan, yaitu :
a. Hidup berpengharapan kepada Tuhan. Bagi Yeremia pembuangan bukanlah suatu hukuman dan akhir suatu kehidupan, tetapi itu adalah suatu tindakan pembelajaran dari Tuhan dan merupakan suatu proses penyadaran untuk mengenali kehendak Tuhan. Karena itu Israel tidak boleh putus asa di tengah kehidupan karena pembuangan, sekalipun mungkin masa pembuangan sesuatu hal yang menyakitkan bagi Israel, namun Yeremia mengajak dan berharap agar bangsa pilihan itu tetap hidup berpengharapan. Karena kasih setia dan rahmat Tuhan terhadap Israel tidak akan pernah putus, tidak akan pernah berhenti dan tidak akan pernah menjadi usang, melainkan selalu baru tiap pagi dan selalu datang tiap hari sampai menuju masa depan. Hidup berpengharapan berarti “suatu sikap yang selalu melihat kehdiupan di masa depan.”

b. Manusia lebih baik mencari Tuhan. Yeremia setelah mempertimbangkan hal-ikhwal kehidupan yang sedang dialami bangsa Israel, ia menganjurkan dan mengajak agar umat Israel kembali mencari Tuhan seperti dahulu kala kembali dengan meninggalkan penyelewengannya yang telah menyembah berhala. Ini merupakan ajakan untuk kembali beriman dan menyembah kepada Tuhan atau manusia diajak untuk melakukan pertobatan, meninggalkan penyembahan berhala dan mestinya beribadah kepada Tuhan. Di tengah suasana pembuangan yang dialami Israel, pilihan jalan terbaik adalah “mencari Tuhan” bukan “mencari yang lain”.

c. Berdiam diri menantikan pertolongan Tuhan. Ketika derita datang menerjang, atau ketika kesusahan bagaikan ombak menggelora menerpa pesisir pantai hidup kita atau ketika manusia tidak berdaya saat menghadapi gejolak dalam kehidupannya atau ketika kita rebah terkapar kehilangan arah saat pergumulan hidup datang membelenggu, Yeremia menyatakan lebih baik berdiam diri menantikan pertolongan Tuhan. Menanti pertolongan dari Tuhan bukan berarti menunggu begitu saja. Kata itu mengandung dua hal yang sangat penting dalam kehidupan kerohanian kita yaitu memohon agar Tuhan memberi pertolongan-Nya dan menaruh pengharapan agar kita tidak menjadi putus asa saat menunggu Tuhan bertindak memberi pertolongan-Nya. memohon adalah doa, menaruh pengharapan adalah iman. Doa dan iman adalah dua unsur kerohanian yang selalu perlu ada dalam diri manusia.

d. Duduk merenungkan kehidupannya. Kata “duduk” boleh kita telaah sebagai suatu hal “berdiam diri sejenak” atau untuk sementara waktu “tidak melakukan aktivitas”, melepaskan diri dari berbagai kegiatan yang menyeibukkan dan yang sering menyita waktu maupun perhatian untuk merenungkan kehidupannya. Kata “merenungkan” adalah satu kegiatan khusus memusatkan perhatian pada aspek kerohanian, berkaitan dengan ikatan batin untuk melihat proses perjalanan hidup dari waktu ke waktu sampai menuju masa depan, suatu upaya untuk merefleksikan bagaimana peranan Tuhan dalam membangun kehidupannya. Merenung adalah kegiatan yang dilaksanakan di luar kegiatan rutinitas. Kalau disatu sisi, kita diajak untuk menghentikan semua aktivitas, dengan tujuannya agar kita dapat menyisihkan waktu untuk melakukan kegiatan perenungan. Kata “kehidupannya” adalah berkaitan dengan segala proses yang terjadi di masa lampau, masa kini dan masa mendatang. Namun satu hal yang sangat penting dalam suatu upaya “perenungan” adalah realitas h idup yang sudah, sedang dan akan terjadi selalu mempunyai keterkaitan dengan peranan Tuhan. Tindakan Tuhan dalam realitas hidup adalah hal yang sangat utama dalam perenungan. Bagaimana kita akhirnya melihat bahwa tuhan memang selalu bekerja dalam hidup manusia dan sekaligus menyadari bahwa hidup itu adalah sesungguhnya anugerah Tuhan, itulah dinamika kehidupan yang dirangkum dalam suatu upara refleksi. Ini pula yang terabaikan dalam kehidupan spiritual bangsa Israel.

e. Rela menderita dan menahan cercaan. Perenungan yang mendalam, ajakan untuk mencari Tuhan, hidup dalam pengharapan dan menantikan pertolongan dari Tuhan sebagaimana telah dikemukakan di atas akan membawa kita pada suatu tingkatan sikap yang lebih tinggi dan dewasa yaitu kesadaran dan ketulusan hati untuk rela menderita dan menahan cercaan selama perjalanan hidup. Penderitaan adalah kehidupan yang mendatangkan kesusahan bagi manusia dan cercaan merupakan salah satu bentuk penderitaan itu, suatu bentuk kehidupan yang menyusahkan. Tidak semua orang dapat menghadapi cercaan dengan berlapang dada. Banyak orang yang tidak tahan menghadapinya. Demikian halnya dalam menghadapi penderitaan. Maksud ari perkataan itu adalah kesiapan diri kita untuk menjalani penderitaan dan cercaan itu, tidak dengan melarikan diri mencari hal lain sebagai pengalihan; ketabahan hati untuk menyikapinya dengan tidak harus bersungut-sungut dan menggerutu; dan keteguhan dalam iman untuk mengarunginya dengan tidak menjadi ragu-ragu meyakini Tuhan. Israel saat perjalanan dari Mesir ke Kanaan sering berkata lain, mencela Tuhan dan sama sekali tidak menghormati tuhan di semua tindakan kebaikanNya. Hal yang sama juga terjadi pada jaman nabi yeremia, dimana umat Israel dan para pemimpinnya telah meninggalkan Allah, mereka pergi “mencari allah lain”.. Ini disebabkan ketika Israel tidak mau menderita atau tidak mau menerima cercaan. Jikalau Tuhan mendatangkan “kesusahan” terhadap umat-Nya oleh karena sesuatu hal, Tuhan sesungguhnya sangat menyayangi dengan kasih setia-Nya. Karena itulah, Yeremia menyatakan agar Israel rela menderita dan dicerca, karena allah selalu menyayangi. Yesus merupakan salah satu tokoh penting yang nyata “rela menderita dan tahan menghadapi cercaan”.

RENUNGAN
1. Konsistensi Tuhan nyata dalam kasih setia_nya. Di atas telah disinggung bahwa Tuhan itu adalah Allah yang memiliki kasih – setia terhadap manusia.

a. Konsistensi kesetiaan Allah telah teruji dalam sejarah perjalanan bangsa Israel. Konsistensi Allah inilah yang perlu direfleksikan setiap orang percaya, bahwa Tuhan sesungguhnya selalu setia mengasihi umat-Nya. Tetapi bagaimana sebaliknya?

b. Kasih setia Tuhan itu juga dinyatakan oleh Yeremia “selalu baru tiap pagi” yang menegaskan bahwa Tuhan selalu bersifat dan bersikap dinamis terhadap manusia, Ia bukanlah Tuhan yang “mengasihi tergantung perbuatan manusia”, melainkan “mengasihi manusia sesuai hakikat-Nya, sekalipun manusia tidak setia kepada-Nya”.


2. Hidup berpengharapan, mencari Tuhan, berdiam diri menantikan pertolongan Tuhan, duduk merenungkan kehidupannya serta rela menderita dan tahan terhadap cercaan. Kelima hal yang disebutkan ini kiranya dapat menjadi perhatian khusus gereja dalam membangun kehidupan kerohaniannya di tengah-tengah jaman yang terus-menerus berubah. Gereja perlu memiliki konsistensi beriman dan dalam berpengharapan; Gereja kiranya tidak mudah terombang-ambing oleh rupa rupa pengajaran dan pelayanan, melainkan selalu hidup dalam landasan / pondasi iman kepada Kristus dalam iman yang teguh, bukan dalam landasan yang lain; Gereja perlu selalu setia menantikan Tuhan menolongnya; Gereja perlu merenungkan kehidupannya bagaimanakah ia dapat hidup dalam segala situasi dan keadaan, khususnya ketika mengalami pergumulan iman! Amin!


Biro I GMB

Tidak ada komentar: