RATAPAN 3:22-33
(3:22) Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, (3:23) Selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! (3:24) “TUHAN adalah bagianku,” kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya. (3:25) TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia, (3:26) Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN. (3:37) Adalah baik bagi seorang pria memikul kuk pada masa mudanya (3:38) biarlah ia duduk sendirian dan berdiam diri kalau TUHAN membebankannya. (3:29) biarlah ia merebahkan diri dengan mukanya dalam debu, mungkin ada harapan. (3:30) Biarlah ia memberikan pipi kepada yang menamparnya, biarlah ia kenyang dengan cercaan. (3:31) karena tidak untuk selama-lamanya Tuhan mengucilkan. (3:32) Karena walau Ia mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran kasih setia-Nya. (3:33) Karena tidak dengan rela hati ia menindas dan merisaukan anak-anak manusia.
Thema :
Kitab Ratapan berasal dari nabi Yeremia, yang mengisahkan ratapan
Yeremia dengan karakter yang sangat kuat, dimana sang nabi prihatin
terhadap keadaan dan kondisi umat Israel. Runtuhnya kota kudus Yerusalem
serta merta hancurnya bait suci Allah menjadi pergumulan yang khusus
bagi sang nabi. Karena sang nabi sebelumnya telah menubuatkannya oleh
karena kehidupan sinkretisme Israel, tetapi Israel tidak mau melakukan
pertobatan.
Kitab Ratapan merupakan kitab yang secara khusus menyampaikan
kesedihan sang nabi sebagai luapan hati penderitaan karena kehancuran
kota kebanggaan dan idaman Yerusalem. Yeremia meratapi jatuhnya kota
Yerusalem, Kehancuran/kejatuhan kerajaan di Israel, runtuhnya bait
Allah dan terjadinya masa pembuangan Babel. Tetapi di dalam ratapan itu
juga sekaligus tampak bahwa masih ada segi kepercayaan atau masih ada
iman yang tersisa kepada Allah. Iman yang tersisa itulah yang menumbuhkan
pengharapan bahwa sesungguhnya masih ada lagi masa depan yang lebih
gemilang dan cerah-cemerlang bagi bangsa Israel.
PENJELASAN NAS
1. KASIH SETIA TUHAN TIDAK BERKESUDAHAN
Dalam pemahaman teologi Yeremia, TUHAN itu baik. Kebaikan-Nya nyata
dalam kasih-Nya terhadap manusia. Tuhan begitu setia memelihara,
menyertai, melindungi dan menjagai umat-Nya, walaupun bangsa Israel
selalu memperlihatkan tindakan penyimpangan dan perlakuan tidak setia
dalam beribadah kepada Tuhan. Tuhan itu baik, sekalipun Ia marah, tetapi
tidak selamanya Tuhan itu “mengucilkan”, karena Ia adalah Tuhan yang
memiliki kasih sayang yang sangat besar. Seandainya pun Tuhan itu pada
suatu waktu tertentu mendatangkan susah pada manusia, sesungguhnya Tuhan
tidak rela hati untuk melakukannya, itu hanyalah suatu keharusan yang
memang semestinya dilakukan, dengan maksud agar manusia “menyadari”
segala kesalahan dan kejahatannya.
Tuhan itu baik, nyata di dalam kasih setia-Nya yang tidak
berkesudahan dan tidak habis-habisnya rahmatNya. Kasih setia dan rahmat
Tuhan itu selalu baru tiap pagi. Inilah pemahaman teologis Yeremia
terhadap situasi yang dihadapi bangsa Israel, sekaligus menjadi jawaban
atas sikap Israel yang selalu menyalahkan Tuhan atas pembuangan yang
mereka alami. Jika Israel sedang mengalami penderitaan, itu bukan karena
kesengajaan hukuman yang diberikan Tuhan, tetapi lebih merupakan akibat
kejahatan Israel yang tidak setia kepada TUHAN. Yeremia menegaskan
bahwa Tuhan itu baik, karena ternyata Tuhan masih tetap menaruh kasih
setia-Nya dan rahmat-Nya kepada umat-Nya Israel.
2. SIKAP UMAT TERHADAP TUHANNYA :
Yeremia dalam nas ini lebih memilih jalan yang positif, dari pada
sikap yang selalu menyesali Tuhan atau menyalahkan diri sendiri.
Berangkat dari pemahaman teologis Yeremia di atas yang menekankan dan
menegaskan bahwa Tuhan itu baik, tak berkesudahan kasih-setiaNya, tak
habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi, maka di dalam nas ini
juga Yeremia menekankan beberapa hal untuk membangun sikap yang positif
bagi bangsa Israel yang sedang menjalani pembuangan, yaitu :
a. Hidup berpengharapan kepada Tuhan. Bagi Yeremia pembuangan
bukanlah suatu hukuman dan akhir suatu kehidupan, tetapi itu adalah
suatu tindakan pembelajaran dari Tuhan dan merupakan suatu proses
penyadaran untuk mengenali kehendak Tuhan. Karena itu Israel tidak boleh
putus asa di tengah kehidupan karena pembuangan, sekalipun mungkin masa
pembuangan sesuatu hal yang menyakitkan bagi Israel, namun Yeremia
mengajak dan berharap agar bangsa pilihan itu tetap hidup
berpengharapan. Karena kasih setia dan rahmat Tuhan terhadap Israel
tidak akan pernah putus, tidak akan pernah berhenti dan tidak akan
pernah menjadi usang, melainkan selalu baru tiap pagi dan selalu datang
tiap hari sampai menuju masa depan. Hidup berpengharapan berarti “suatu
sikap yang selalu melihat kehdiupan di masa depan.”
b. Manusia lebih baik mencari Tuhan. Yeremia setelah mempertimbangkan
hal-ikhwal kehidupan yang sedang dialami bangsa Israel, ia menganjurkan
dan mengajak agar umat Israel kembali mencari Tuhan seperti dahulu kala
kembali dengan meninggalkan penyelewengannya yang telah menyembah
berhala. Ini merupakan ajakan untuk kembali beriman dan menyembah kepada
Tuhan atau manusia diajak untuk melakukan pertobatan, meninggalkan
penyembahan berhala dan mestinya beribadah kepada Tuhan. Di tengah
suasana pembuangan yang dialami Israel, pilihan jalan terbaik adalah
“mencari Tuhan” bukan “mencari yang lain”.
c. Berdiam diri menantikan pertolongan Tuhan. Ketika derita datang
menerjang, atau ketika kesusahan bagaikan ombak menggelora menerpa
pesisir pantai hidup kita atau ketika manusia tidak berdaya saat
menghadapi gejolak dalam kehidupannya atau ketika kita rebah terkapar
kehilangan arah saat pergumulan hidup datang membelenggu, Yeremia
menyatakan lebih baik berdiam diri menantikan pertolongan Tuhan. Menanti
pertolongan dari Tuhan bukan berarti menunggu begitu saja. Kata itu
mengandung dua hal yang sangat penting dalam kehidupan kerohanian kita
yaitu memohon agar Tuhan memberi pertolongan-Nya dan menaruh pengharapan
agar kita tidak menjadi putus asa saat menunggu Tuhan bertindak memberi
pertolongan-Nya. memohon adalah doa, menaruh pengharapan adalah iman.
Doa dan iman adalah dua unsur kerohanian yang selalu perlu ada dalam
diri manusia.
d. Duduk merenungkan kehidupannya. Kata “duduk” boleh kita telaah
sebagai suatu hal “berdiam diri sejenak” atau untuk sementara waktu
“tidak melakukan aktivitas”, melepaskan diri dari berbagai kegiatan yang
menyeibukkan dan yang sering menyita waktu maupun perhatian untuk
merenungkan kehidupannya. Kata “merenungkan” adalah satu kegiatan khusus
memusatkan perhatian pada aspek kerohanian, berkaitan dengan ikatan
batin untuk melihat proses perjalanan hidup dari waktu ke waktu sampai
menuju masa depan, suatu upaya untuk merefleksikan bagaimana peranan
Tuhan dalam membangun kehidupannya. Merenung adalah kegiatan yang
dilaksanakan di luar kegiatan rutinitas. Kalau disatu sisi, kita diajak
untuk menghentikan semua aktivitas, dengan tujuannya agar kita dapat
menyisihkan waktu untuk melakukan kegiatan perenungan. Kata
“kehidupannya” adalah berkaitan dengan segala proses yang terjadi di
masa lampau, masa kini dan masa mendatang. Namun satu hal yang sangat
penting dalam suatu upaya “perenungan” adalah realitas h idup yang
sudah, sedang dan akan terjadi selalu mempunyai keterkaitan dengan
peranan Tuhan. Tindakan Tuhan dalam realitas hidup adalah hal yang
sangat utama dalam perenungan. Bagaimana kita akhirnya melihat bahwa
tuhan memang selalu bekerja dalam hidup manusia dan sekaligus menyadari
bahwa hidup itu adalah sesungguhnya anugerah Tuhan, itulah dinamika
kehidupan yang dirangkum dalam suatu upara refleksi. Ini pula yang
terabaikan dalam kehidupan spiritual bangsa Israel.
e. Rela menderita dan menahan cercaan. Perenungan yang mendalam,
ajakan untuk mencari Tuhan, hidup dalam pengharapan dan menantikan
pertolongan dari Tuhan sebagaimana telah dikemukakan di atas akan
membawa kita pada suatu tingkatan sikap yang lebih tinggi dan dewasa
yaitu kesadaran dan ketulusan hati untuk rela menderita dan menahan
cercaan selama perjalanan hidup. Penderitaan adalah kehidupan yang
mendatangkan kesusahan bagi manusia dan cercaan merupakan salah satu
bentuk penderitaan itu, suatu bentuk kehidupan yang menyusahkan. Tidak
semua orang dapat menghadapi cercaan dengan berlapang dada. Banyak orang
yang tidak tahan menghadapinya. Demikian halnya dalam menghadapi
penderitaan. Maksud ari perkataan itu adalah kesiapan diri kita untuk
menjalani penderitaan dan cercaan itu, tidak dengan melarikan diri
mencari hal lain sebagai pengalihan; ketabahan hati untuk menyikapinya
dengan tidak harus bersungut-sungut dan menggerutu; dan keteguhan dalam
iman untuk mengarunginya dengan tidak menjadi ragu-ragu meyakini Tuhan.
Israel saat perjalanan dari Mesir ke Kanaan sering berkata lain, mencela
Tuhan dan sama sekali tidak menghormati tuhan di semua tindakan
kebaikanNya. Hal yang sama juga terjadi pada jaman nabi yeremia, dimana
umat Israel dan para pemimpinnya telah meninggalkan Allah, mereka pergi
“mencari allah lain”.. Ini disebabkan ketika Israel tidak mau menderita
atau tidak mau menerima cercaan. Jikalau Tuhan mendatangkan “kesusahan”
terhadap umat-Nya oleh karena sesuatu hal, Tuhan sesungguhnya sangat
menyayangi dengan kasih setia-Nya. Karena itulah, Yeremia menyatakan
agar Israel rela menderita dan dicerca, karena allah selalu menyayangi.
Yesus merupakan salah satu tokoh penting yang nyata “rela menderita dan
tahan menghadapi cercaan”.
1. Konsistensi Tuhan nyata dalam kasih setia_nya. Di atas telah
disinggung bahwa Tuhan itu adalah Allah yang memiliki kasih – setia
terhadap manusia.
a. Konsistensi kesetiaan Allah telah teruji dalam sejarah perjalanan
bangsa Israel. Konsistensi Allah inilah yang perlu direfleksikan setiap
orang percaya, bahwa Tuhan sesungguhnya selalu setia mengasihi umat-Nya.
Tetapi bagaimana sebaliknya?
b. Kasih setia Tuhan itu juga dinyatakan oleh Yeremia “selalu baru
tiap pagi” yang menegaskan bahwa Tuhan selalu bersifat dan bersikap
dinamis terhadap manusia, Ia bukanlah Tuhan yang “mengasihi tergantung
perbuatan manusia”, melainkan “mengasihi manusia sesuai hakikat-Nya,
sekalipun manusia tidak setia kepada-Nya”.
2. Hidup berpengharapan, mencari Tuhan, berdiam diri menantikan
pertolongan Tuhan, duduk merenungkan kehidupannya serta rela menderita
dan tahan terhadap cercaan. Kelima hal yang disebutkan ini kiranya dapat
menjadi perhatian khusus gereja dalam membangun kehidupan kerohaniannya
di tengah-tengah jaman yang terus-menerus berubah. Gereja perlu
memiliki konsistensi beriman dan dalam berpengharapan; Gereja kiranya
tidak mudah terombang-ambing oleh rupa rupa pengajaran dan pelayanan,
melainkan selalu hidup dalam landasan / pondasi iman kepada Kristus
dalam iman yang teguh, bukan dalam landasan yang lain; Gereja perlu
selalu setia menantikan Tuhan menolongnya; Gereja perlu merenungkan
kehidupannya bagaimanakah ia dapat hidup dalam segala situasi dan
keadaan, khususnya ketika mengalami pergumulan iman! Amin!
Biro I GMB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar