2012/06/16

Sejarah Mission Batak

Pekerjaan penginjilan di daerah Tapanuli oleh RMG diawali sejak 07 Oktober 1861. Pada tanggal 07 Oktober 1861 empat orang pendeta, yakni: Pdt. Heine, Pdt. Klammer, Pdt. Betz dan Pdt. Van Asselt melakukan rapat untuk memulai pekerjaan penginjilan di Tapanuli. Mereka membagi wilayah pekerjaannya, di mana Pdt. Klammer ke wilayah Sipirok, Pdt. Betz ke Bungabondar, Pdt. Heine dan Pdt. Van Asselt ke wilayah Pahae/Sarulla. Pada akhirnya tanggal tersebut ditetapkan menjadi hari berdirinya Huria Kristen Batak Protestan. Pekerjaan RMG di tanah Batak semakin dimantapkan dengan kehadiran Pdt. I.L. Nommensen. Sesuai dengan keputusan rapat para pendeta di Sipirok pada 07 Oktober 1862, Nommensen bekerja untuk daerah Parausorat, dengan alasan bahwa di wilayah tersebut, Islam telah mulai mengembangkan pengaruhnya. Namun pada tanggal 07 November 1863 Nommensen berangkat dari Parausorat menuju Silindung, di mana daerah tersebut pada akhirnya menjadi pusat pekerjaan RMG di Samosir. Keberhasilan misi yang dilakukan oleh Nommensen di daerah Silindung mulai terlihat ketika pada tanggal 27 Agustus 1865 sebanyak 4 orang dewasa dan 5 anak-anak dibaptis. Hal tersebut berlanjut hingga awal tahun 1866, di mana sebanyak 50 jiwa kembali dibaptis. Oleh karena semakin banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan, pada tahun itu juga (16 Februari 1866) calon istri Nommensen dan Pdt. Johansen tiba di Sibolga untuk membantu pekerjaan yang dilakukan Nommensen di Silindung.
Perkembangan pekerjaan penginjilan di Tanah Batak semakin terlihat ketika Dr. A. Schreiber membuka Sekolah Guru di Parausorat pada tahun 1878 yang bertujuan untuk mendidik anak-anak orang Batak yang telah percaya kepada Kristus untuk menjadi guru yang akan membantu para pendeta RMG dalam pekerjaan pemberitaan.
Dalam masa yang cukup singkat, usaha yang dilakukan oleh pendeta-pendeta RMG di Tanah Batak dapat dikatakan cukup berhasil, sebab secara bertahap sejak tahun 1861 banyak daerah di Tapanuli bahkan ke daerah-daerah perantauan orang-orang Batak telah berdiri gereja-gereja Batak. Justin Sihombing menyebutkan dalam bukunya Sejarah ni Huria Kristen Batak Protestan, (Medan: Philemon & Liberty, 1961), perkembangan tersebut melalui penggambaran berdirinya ressort-ressort dari  gereja-gereja itu, di antaranya : Sipirok 1861, Bungabondar 1861, Parausorat 1862, Pangaloan 1862, Sigompulon 1862, Pansurnapitu 1867, Sipoholon 1870, Sibolga 1870, Aekpasir 1870, Simorangkir 1875, Bahalbatu 1876, Balige 1876, Sipahutar 1882, Lintongnihuta 1882, Muara 1883, Laguboti 1884, Hutabarat 1888, Sipiongot 1888, Sigumpar 1890, Narumonda 1890, Parsambilan 1890, Parparean 1890, Nainggolan 1893, pangombusan 1894, Janjimatogu 1894, Pangaribuan 1896, Silaitlait 1896, Simanosor Batangtoru 1897, Palipi 1898, Lumbannabolon 1899, Tampahan 1900, Butar 1900, Sitorang 1901, Lumban Lobu 1902, Silamosik 1902, Nahornop 1902, Paranginan 1903, Pematangraja 1903, Dolok Sanggul 1904, Bandar 1904, Parmonangan 1905, Sipiak 1905, Parsoburan 1906, Pematangsiantar 1907, Sidikalang 1908, Bonandolok 1909, Tukka 1909, Purbasaribu 1910, Pangururan 1911, Medan 1912, Ambarita 1914, dan Jakarta 1922.

Setelah kurang lebih 48 tahun sejak Injil diberitakan di tanah Batak, antusias orang-orang Batak yang telah menjadi Kristen sangat besar untuk ikut serta menyebarkan Injil ke daerah yang belum mengenal kekristenan. Kerinduan bersama untuk menyebarkan Injil itulah yang mendorong terbentuknya Pardonganon Mission Batak. Atas dasar kerinduan itu, pada tanggal 02 November 1899 oleh prakarsa Pdt. Henock Lumbantobing berdiri Zending Batak yang disebut Pardonganon Mission Batak “PMB” yang mana atas inisyatif Pdt. Henock Lumbantobing dan Pdt. Metzler, Pearaja dijadikan sebagai pusat Zending tersebut. Kata “Mission Batak” yang digunakan sebagai nama badan zending tersebut mengandung arti yang dalam bagi setiap orang Kristen pribumi, yang merasakan tanggungjawab atau kewajiban mutlak untuk mengeluarkan sesuatu dari miliknya kepadanya usaha zending pribumi tanpa menaruh rasa curiga kepada usaha zending luar negeri (Kongsi Barmen di tanah Batak sejak tahun 1861). Setelah pendirian badan zending tersebut, terdapat berbagai sikap yang antusias dan mendukung dari berbagai pihak, di antaranya:
  1. Sambutan dari Badan Zending “Kongsi Barmen” yang dengan gembira menyambut berdirinya badan zending tersebut. Menanggapi hal tersebut, Kongsi Barmen menganjurkan agar pada tahun pertama dan tahun kedua, Kongsi PMB agar mengumpulkan modal dan pada tahun ketiga melancarkan gerakan zending atas biaya sendiri. J.T.H. Panjaitan dalam bukunya, Panggilan dan Suruhan Allah: Risalah dan Kesan-kesan Serta Pandangan-Pandangan Mengenai Pekabaran Injil Huria Kristen Batak Protestan Untuk Peringatan 75 Tahun Pekabaran Injil HKBP (1899-1974), (Pematangsiantar, Departemen Zending HKBP, 1974), menyebutkan dalam kesempatan itu, Kongsi Barmen juga setuju dengan program kerja yang dirumuskan Kongsi PMB, di antaranya : - Untuk turut melancarkan usaha Zending di Pulau Samosir, Uluan, Pakpak/Dairi dan Simalungun.; Membantu Kongsi Barmen untuk memberikan pelayanan yang cukup kepada jemaat-jemaat yang jauh terpencil dari tempat pendeta Eropa.; - Membantu usaha sosial di antara masyarakat Kristen dan bukan Kristen, antara lain merawat orang-orang cacat.
  2. Sambutan dari Konfrensi para pendeta pribumi dan pendeta Eropa, yang mana membuat suatu ceramah yang berjudul: “Apakah Yang Pokok Kita Gumuli Dalam Membina Guru Zending dan Pendeta Batak”? Dengan melihat peran serta pendidikan teologi dalam mendukung kesuksesan badan zending tersebut, konfrensi mengeluarkan suatu keputusan agar memindahkan seminari Pansurnapitu ke tempat yang lebih luas dan strategis, yang mana pilihan akhirnya jatuh ke daerah Sipoholon.
  3. Sambutan para Raja dan Penatua Gereja di Silindung. Dalam satu pertemuan para raja dan penatua di Pearaja pada tanggal 10-11 Agustus 1900, gerakan zending PMB diperkenalkan kepada hadirin.
  4. Sambutan umat Kristen di Balige. Umat Kristen Balige yang dari dekat menyaksikan konfrensi para pendeta Eropa dan pendeta Pribumi bergerak lebih jauh dalam mensukseskan usaha zending HKBP “PMB”. Pada tanggal 10 Oktober 1900 seluruh anggota jemaat HKBP Balige berkumpul untuk menghadiri Rapat Zending yang pertama kali berlangsung di Balige. Rapat berhasil memilih anggota jemaat untuk dilantik menjadi Evangelist di daerah Zending, yakni St. Petrus dari Parparean, St. Musa dan St. Laban Siahaan dari Lumban atas.
  5. Sambutan umat Kristen di Angkola (Tapanuli Selatan). Daerah Angkola sebagai daerah jemaat HKBP pada bagian Selatan merasa kurang puas jika hanya mendengar kabar berdirinya zending HKBP. Jemaat mengundang pengurus zending HKBP agar datang berkunjung ke Angkola untuk memberi penjelasan selanjutnya tentang badan zending tersebut. Atas permintaan itu, Pdt. Henock Lumbantobing berkunjung ke daerah Angkola. Beliau mendapat sambutan yang baik, di mana jemaat turut mendoakan zending HKBP, menyumbangkan dana bahkan ada yang mendaftarkan diri menjadi anggota tetap dari badan zending tersebut.
Setelah Ephorus Pdt. I.L. Nommensen meninggal pada 23 Mei 1918, kepemimpinan gereja diserahkan kepada Pdt. Valentin Kessel sebagai pejabat ephorus hingga tahun 1920. Setelah Pdt. Johanes Warneck menjabat sebagai Ephorus terlihat suatu semangat untuk menghidupkan kembali semangat zending. Pdt. Johanes Warneck berusaha supaya kekuatan zending pribumi diarahkan bukan melayani suatu daerah zending (daerah bukan Kristen) sebagaimana keadaan semula, tetapi melayani gereja secara keseluruhan; yang berarti bertanggungjawab untuk menyediakan kebutuhan gereja dalam segala bidang.

Pada tanggal 16 Februari 1921, Pdt. Johanes Warneck berhasil membentuk suatu komisi (Pdt. Johanes Warneck, Pdt. Metzler, Pdt. Karl Lotz dan 5 dari Kristen Batak). Pada hari itu mereka meresmikan pergantian nama baru yaitu dengan nama Zending Batak, dengan makna/tujuan baru. Zending Batak adalah lembaga gerejani yang melibatkan diri dalam segala urusan gereja muda di Tanah Batak, antara lain: meningkatkan hidup gerejani, menutup kebutuhan belanja para pendeta pribumi, Guru Jemaat dan para Evangelist, yang bekerja di tengah-tengah masyarakat bukan Kristen di perantauan. Dengan bentuk baru ini maka nampak bahwa pimpinan dari Zending Batak langsung di tangan Ephorus.

Sesuai dengan fungsi baru dari Zending Batak yang harus melibatkan diri dalam segala bentuk kegiatan gerejani, maka Zending Batak pada tahun 1923 mendirikan perkampungan khusus kepada orang-orang buta yang diberi nama “Hepata”. Kegiatan di lapangan sosial ini memberi arti yang tidak ternilai serta pemahaman kepada warga jemaat bahwa orang buta dan lumpuh adalah manusia ciptaan Tuhan yang butuh akan perbuatan kasih Tuhan. Melihat peranan Zending Batak yang membawa banyak berkat bagi banyak orang, rapat pendeta utusan tahun 1925 memutuskan :
1. Pada pesta perayaan turunnya Roh Kudus di setiap kebaktian diadakan kollekte buat Zending Batak.
2. Pada pesta Natal I diadakan kollekte buat Hepata.

Sebuah karya misi yang terlaksana dalam tubuh gereja Batak yang terlihat dalam PMB adalah sebuah bentuk misi yang transformatif. Misi pemberitaan akan Injil melalui para missionaris mendapat respon dari orang-orang Batak, mereka percaya dan dibaptis. Terang yang diberikan Injil menjadikan orang-orang Batak Kristen memiliki rasa ingin ikut serta dalam usaha pekabaran Injil tersebut. Inilah yang terjadi dalam Lembaga Pardonganon Mission Batak (PMB). Berkaitan dengan hal itu beberapa hal yang perlu ditekankan dalam hal ini adalah :
  1. Kita harus mengakui bahwa jiwa Zending terwujud dalam hidup jemaat HKBP adalah atas usaha dari “Kongsi Batak”.
  2. Kita tidak akan melupakan perintis-perintis Zending HKBP, antara lain: Pdt. Henock Lumbantobing, St. Laban Siahaan, St. Petrus Sitorus, St. Musa Tampubolon sebagai perintis Injil ke Samosir, Uluan, Tigaras dan Bakkara. Juga rekan mereka dari pendeta utusan, antara lain: Pdt. Metler, Pdt. Pilgram, Pdt. I.L. Nommensen.
  3. Kita merasa betapa sulit bagi mereka merintis Zending HKBP dalam membangun anggota jemaat yang masih ‘remaja’ itu untuk memberi secara Kristen, yang berarti memberi secara sukarela buat Kerajaan Allah di tengah-tengah saudara sesukunya yang masih menganut kepercayaan animisme.
  4. Kita akui karya mereka telah memupuk rasa tanggung jawab bagi usaha yang bukan hanya di dalam jemaat itu sendiri, tetapi juga di luar kepentingan mereka sendiri.
  5. Rencana panjang yaitu mendirikan suatu gereja yang berdiri sendiri (manjunjung baringinna) tidak lepas dari saat permulaan Zending HKBP “PMB”.

Sumber : http://pargodungan.org/pardonganon-mission-batak-%E2%80%9Cpmb%E2%80%9D-sebuah-model-semangat-penginjilan-di-tanah-batak/

Tidak ada komentar: